Naskah lakon Bukan Perjaka yang ditulis oleh Trisa Triandesa merupakan sebuah naskah adaptasi dari novel karya Nuril Basri dengan judul yang sama. Berdasar keterangan yang ditulis di naskah ini, Bukan Perjaka garapan Trisa ditulis pada tahun 2018 yang secara khusus dipersiapkan untuk festival New Indonesia Play Showcase 2019 di London.
Naskah ini menceritakan tentang tiga orang remaja laki-laki yang mengalami perjalanan dan pergulatan mengenai pencarian identitas, jati diri, dan pemahaman mengenai seksualitas mereka, kisah-kisah dengan genre coming of age. Adalah Ricky, Yusuf, dan Paris, dua nama awal merupakan teman sekobong (sekamar dalam istilah pesantren). Sedangkan Paris–nama panggilan dari Muhammad Farisyi–adalah teman satu sekolah dengan Ricky. Melalui Ricky, Paris kemudian berkenalan juga dengan Yusuf, dan ketiganya mulai berteman akrab.
Perjalanan mereka seperti roller coaster–ulang alik, dengan latar peristiwa mereka yang cukup berbeda, dari aktivitas santri di pesantren, kamar hotel yang intim, hingga kehidupan gemerlap cahaya bar saat pesta malam. Ricky yang memilih pesantren sebagai cara untuk minggat dari rumah, bertemu dengan Yusuf yang liar, serta Paris yang flamboyan dan khatam dunia malam, menjadi satu paket cerita yang dramatis juga tragis.
Suatu ketika di bar malam, tempat yang akrab bagi Paris, tetapi asing bagi Ricky dan Yusuf, menjadi pintu masuk bagi kisah mereka. Melalui bar inilah, Ricky memulai debutnya sebagai ‘cowok brondong-cover boy’. Sebuah pekerjaan yang masih berat untuk ia lakukan terus menerus. Begitu pula dengan Yusuf yang semakin percaya diri untuk menampilkan sisi feminimnya, berdandan dengan gaya drag queen. Kemudian Paris yang terus meminta pendapat Ricky demi memantapkan dirinya untuk melakukan operasi ganti kelamin. Hal-hal yang tentu saja tidak pernah mudah dilakukan, apalagi oleh remaja yang baru beranjak dewasa. Tekanan batin, diskriminasi, permasalahan ekonomi, dan hal-hal lain di sekitarnya yang memaksa mereka untuk terus bertahan dengan segala cara.
Namun tentu saja perjalanan mereka bukanlah perjalanan yang lurus dan datar, melainkan berkelok penuh liku, terjal, dan melelahkan. Hingga kemalangan yang tragis menimpa salah satu dari mereka. Lalu, apakah mereka sudah sampai pada akhir perjalanan? Sudahkah mereka mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan? Atau justru hadir masalah lain yang mendesak untuk segera diselesaikan?