oleh Gilang “Gilbo” Alamsyah
Konon katanya, percekcokan kecil oleh dua orang suami-istri merupakan bunga-bunga yang memperindah dan merekatkan rumah tangga. Lalu bagaimana jika percekcokan ini tumbuh menjadi besar dan terjadi terus-menerus? Apakah masih bisa menjadi bunga yang memperindah pernikahan?
Tigers are Just Oversized Cats adalah naskah lakon yang ditulis oleh Agnes Christina. Tentang Ben dan Bulan, sepasang suami-istri yang mengalami beragam persoalan hingga berujung pada perceraian.
Naskah ini memiliki judul yang cukup unik, Tigers are Just Oversized Cats, yang jika dialihbahasakan ke dalam Bahasa Indonesia kiranya menjadi seperti ini: harimau hanyalah kucing yang berukuran lebih besar. Ungkapan ini kurang lebih mengungkapkan bahwa harimau dan kucing berasal dari keluarga yang sama (Felidae), dengan perilaku yang sama, hanya ukuran dan tingkat kekuatannya yang berbeda. Harimau mempunyai nama ilmiah Panthera Tigris, tergolong dalam gen Panthera, sub keluarga Pantherinae, dan keluarga Felidae. Sedangkan kucing yang memiliki nama Felis Catus, masuk dalam gen Felis, sub keluarga Felinae, dan tergolong dalam keluarga yang sama dengan harimau, yakni Felidae.
Secara metaforis, Tigers are Just Oversized Cats bisa bermakna bahwa sesuatu yang tampak besar, kuat, dan menakutkan sebenarnya memiliki sifat yang sama dengan sesuatu yang tampak lebih kecil dan jinak. Dalam naskah ini bisa digunakan untuk menggambarkan bahwa Ben dan Bulan terkadang bisa terlihat garang dan berkuasa tapi tetap memiliki sisi rapuhnya masing-masing.
Keduanya bisa segera beralih peran, antara menjadi harimau dan kucing. Ini tampak pada dialog-dialog mereka. Pada bagian awal naskah, Bulan seperti menjadi harimau yang merasa cemburu ketika Ben mendapat kontak dari seorang perempuan, dan Ben menjadi kucing yang manja agar bisa dimaafkan. Sebentar kemudian keduanya berganti peran, Bulan yang manja dan Ben yang menuruti kemauan Bulan. Hal ini terjadi di berbagai peristiwa pada naskah ini. Hingga pada akhirnya, keduanya ingin menjadi harimau melalui ego masing-masing.
Karakter dalam naskah ini tumbuh dengan cukup signifikan. Pada bagian pertama, Ben adalah seorang seniman pendatang baru, sedangkan Bulan adalah seorang marketing executive di sebuah perusahaan kecil. Kemudian pada bagian dua, Ben sudah menjadi seorang artistic director sebuah perusahaan advertising besar, dan Bulan sudah berkutat dengan kesibukannya sebagai pemilik cafe.
Suatu ketika, di sebuah meja makan, ada telur dadar, sambal, dan lalapan. Makanan favorit Ben yang telah dimasak oleh Bulan. Melalui makanan, Bulan mencoba menginisiasi perbincangan serius yang ditanggapi oleh Ben dengan cukup serius pula. Tentang keduanya yang belum mendapat momongan, tentang Bulan yang mendapat pekerjaan di Jakarta–jauh dari tempat tinggal mereka di Jogja, dan Ben yang harus ke Prancis untuk bekerja, tentang siapa yang seharusnya mengikuti siapa. Perdebatan jelas tidak bisa dihindari. Ada ego yang muncul dan tidak bisa dikurangi, meski sudah berupaya mencari solusi.
Membaca naskah ini secara otomatis berubah menjadi refleksi diri. Pernikahan yang juga masih seumur jagung. Kondisi finansial yang belum stabil. Emosi diri yang belum sepenuhnya mampu ditangani. Menjadi bumbu-bumbu rumah tangga yang terjadi sehari-hari. Refleksi mendadak menjadi tegang ketika bertemu dengan ChatGPT. Muncul istilah Borderline Personality Disorder dan Codependency. Rasa tegang ini mungkin saja terlampau berlebihan. Sebab kemunculannya ‘hanya’ melalui Akal Imitasi (AI), bukan orang yang profesional di bidangnya, dan berdasar diagnosis diri sendiri.
Hasil dari pertemuan dengan ChatGPT tersebut kurang lebih begini, Borderline Personality Disorder (BPD) merupakan istilah yang muncul untuk orang yang mempunyai rasa cinta yang intens, memiliki ketakutan yang besar jika ditinggalkan, hingga menjadi sebab pada perubahan emosi yang ekstrim. Sedangkan Codependency adalah ketergantungan emosional yang berlebihan terhadap pasangan hingga seseorang merasa tidak bisa hidup tanpa pasangannya dan sering mengorbankan kebutuhannya sendiri. Mungkin terlalu berlebihan jika mendiagnosa Ben dan Bulan pada dua kategori di atas. Hanya saja gejala yang muncul menggiring opini menuju ke situ.
Perubahan emosi Ben dan Bulan memang tidak bisa dikatakan ekstrem, tapi perubahan emosi dibangun melalui semacam tabungan konflik-konflik kecil. Mereka juga sama-sama memiliki ketergantungan dan ketakutan untuk ditinggalkan oleh pasangan. Sehingga resolusi mereka adalah mengurai masalah melalui jeda pertemuan, meski akhirnya berujung pada perpisahan.
Naskah Tigers are Just Oversized Cats memiliki kekuatan pada narasi dialog yang dilontarkan tiap tokohnya. Terasa ringan melalui percakapan yang bisa dijumpai sehari-hari, namun juga memiliki bobot nilai. Di sisi yang lain, dialog tokohnya dibangun dengan lancar dan tidak sekedar memindahkan percakapan keseharian ke dalam teks. Terkesan hangat dan tidak sedang ingin mempercantik diri.
Selain bermain-main melalui peristiwa di dalam naskah, Agnes juga bermain melalui peristiwa di luar naskah. Ia mencoba memberi ruang bagi peristiwa kepenontonan. Melalui petunjuk penggunaan dua latar peristiwa yang berbeda antara latar pada bagian pertama naskah dan bagian kedua. Perbedaan latar pada satu ruang disiasati melalui jeda pertunjukan selama 15 menit. Naskah ini juga ditujukan untuk dipanggungkan di sebuah cafe dan penonton diposisikan selayaknya pengunjung cafe. Sewajarnya cafe, tentu ia tidak memiliki maksud utama sebagai ruang pertunjukan. Sehingga sisi non konvensi ini turut membangun watak pertunjukan. Ia bisa membangun keintiman dengan penonton dan ruang.
Latar peristiwa pada naskah ini memiliki dua ruang yang berbeda. Ruang pada bagian pertama naskah adalah latar peristiwa yang terjadi di apartemen studio milik tokoh Ben. Sedang pada bagian kedua, latar peristiwanya adalah sebuah cafe yang dikelola oleh Bulan. Dua tokoh ini seperti dibangun dalam dua ruang yang berbeda dan sama-sama memiliki kuasa atas ruangnya masing-masing.
Seperti dialog yang diucapkan oleh Bulan, kita butuh ruang masing-masing. Kita perlu berbenah dengan diri kita masing-masing. Aku yakin, satu hari nanti kita akan saling ngerti dan saling percaya.